Gambar.1 |
Berada di Margodadi Seyegan, Sleman, Yogyakarta, sumber mata air itu telah menjadi tempat yang sakral bagi masyarakat di sana. Ada beberapa bangunan mengitari sumber mata air ini. Di antaranya dua sendang untuk berendam, satu mushala, dan ada pula bangunan tempat menyimpan barang pusaka. Tempat yang disebut Tuk Si Bedug.
Sehari menjelang Ramadan, ribuan orang datang ke sini. Mereka tak sekedar jalan-jalan, tapi juga berniat bersuci diri lahir dan batin. Di sini mereka berdoa dan membersihkan diri dengan mandi di kolam mata air ini. Tradisi ini disebut padusan.
Padusan tak lain adalah simbol menyucikan diri dari kotoran dengan harapan bisa menjalankan puasa dengan diawali kesucian lahir dan batin. Biasanya, tradisi Padusan ini dilakukan di pemandian umum dan di sumber air alami. Misalnya di Klaten, ada salah satu sumber mata air yang diberinama Cokro Tulung, di Boyolali ada Pengging yang tak lain adalah kolam yang tak jauh dari situs Kraton Surakarta.
Sedangkan di Sleman ada beberapa tempat yang telah disakralkan sebagai tempat pemandian suci. Selain Tuk Si Bedug ada dua tempat lainnya yang dikunjungi masyarakat sehari menjelang puasa, yaitu Umbul Pajangan di Wedomartani Ngemplak, dan Umbul Klangkapan di Margoluwih Seyegan.
Di antara tiga sumber mata air itu, memang yang paling istimewa adalah Tuk Si Bedug. Maklum di sini ada sebuah legenda yang mengaitkan Tuk Si Bedug dengan Sunan Kalijaga. Ini bukan sembarang tokoh, dia adalah salah seorang dari Wali Songo yang kisah hidupnya di kenang sepanjang masa oleh umat Islam di negeri ini.
Sejarah Singkat mata air Tuk Si Bedug
Masyarakat Jawa percaya, Sunan Kalijaga pernah berada di Margodadi Seyegan. Saat itu, Sunan Kalijaga dalam perjalanan menyebarkan ajaran Islam. Melepas penat, Sunan beristirahat di bawah sebuah pohon yang besar. Kebetulan bertepatan dengan jadwal shalat Jumat, tepatnya Jumat Pahing.
Namun, Sunan tak menemukan sumber air untuk berwudhu di kawasan itu. Lalu, Sunan berdoa kepada Allah, dan menancapkan tongkatnya ke dalam tanah. Keajaiban terjadi, dari tancapan tongkatnya memancar air.
Sehari menjelang Ramadan, ribuan orang datang ke sini. Mereka tak sekedar jalan-jalan, tapi juga berniat bersuci diri lahir dan batin. Di sini mereka berdoa dan membersihkan diri dengan mandi di kolam mata air ini. Tradisi ini disebut padusan.
Padusan tak lain adalah simbol menyucikan diri dari kotoran dengan harapan bisa menjalankan puasa dengan diawali kesucian lahir dan batin. Biasanya, tradisi Padusan ini dilakukan di pemandian umum dan di sumber air alami. Misalnya di Klaten, ada salah satu sumber mata air yang diberinama Cokro Tulung, di Boyolali ada Pengging yang tak lain adalah kolam yang tak jauh dari situs Kraton Surakarta.
Sedangkan di Sleman ada beberapa tempat yang telah disakralkan sebagai tempat pemandian suci. Selain Tuk Si Bedug ada dua tempat lainnya yang dikunjungi masyarakat sehari menjelang puasa, yaitu Umbul Pajangan di Wedomartani Ngemplak, dan Umbul Klangkapan di Margoluwih Seyegan.
Di antara tiga sumber mata air itu, memang yang paling istimewa adalah Tuk Si Bedug. Maklum di sini ada sebuah legenda yang mengaitkan Tuk Si Bedug dengan Sunan Kalijaga. Ini bukan sembarang tokoh, dia adalah salah seorang dari Wali Songo yang kisah hidupnya di kenang sepanjang masa oleh umat Islam di negeri ini.
Sejarah Singkat mata air Tuk Si Bedug
Masyarakat Jawa percaya, Sunan Kalijaga pernah berada di Margodadi Seyegan. Saat itu, Sunan Kalijaga dalam perjalanan menyebarkan ajaran Islam. Melepas penat, Sunan beristirahat di bawah sebuah pohon yang besar. Kebetulan bertepatan dengan jadwal shalat Jumat, tepatnya Jumat Pahing.
Namun, Sunan tak menemukan sumber air untuk berwudhu di kawasan itu. Lalu, Sunan berdoa kepada Allah, dan menancapkan tongkatnya ke dalam tanah. Keajaiban terjadi, dari tancapan tongkatnya memancar air.
gambar.2 |
Kolam Mata Air Tuk Si Bedug
Dipercaya, air inilah yang tak pernah kering hingga saat ini. Kemudian di namakan Tuk Si Bedug, yang maknanya sumber air yang keluar dari tancapan tongkat Sunan yang terjadi pada waktu bedug dzuhur. Semula bentuknya hanya berupa kolam yang tiada henti keluar air. Awal 2001, didirikan sejumlah bangunan di sini.
Asal Mula Upacara Tuk Si Bedug
Dari cerita ini pula lahir upacara adat Tuk Si Bedug yang dilaksanakan setiap tahun pada Jum'at Pahing di bulan Jumadil Akhir dalam kalender Jawa. Pelaksanaannya selama tiga hari berturut-turut. Ini sebagai wujud rasa syukur dan ungkapan terimakasih yang tulus dari masyarakat di sini.
Mereka percaya, Tuk Si Bedug inilah yang memberikan berkah bagi Sleman. Memang pula dari Tuk inilah mereka mengairi sawah dan ladang tempat mereka bercocok tanam. Dan, kolam ini tak pernah kering mesti Sleman sedang dilanda kemarau. Air nan jernih terus mengalir.
Jadi tak heran jika masyarakat pun percaya akan kesucian dirinya jika mandi di sini. Bahkan diyakini pula, bahwa dari Tuk Si Bedug mengalir air suci sehingga diharapkan padusan akan bertuah sesuai harapan mereka.
Pengunjung Tuk Si Bedug
Itulah sebabnya, masyarakat yang berkunjung ke tempat ini tidak hanya dari Pulau Jawa semata, juga dari daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Maka itu, jika menjelang puasa, untuk bisa mandi di sini haruslah mengantre.
Tak perlu berkerut dahi untuk memahami hal seperti ini, sebab ini soal keyakinan seseorang. Jadi bebas saja untuk menganalisis. Di dalam Al-Quran dan Hadits tentu tak akan ditemukan ajaran seperti ini untuk menyambut bulan puasa.
Kendati demikian, tak ada yang mempersoalkan dan mempertentangkannya. Ini adalah sebuah adat dan kebiasaan. Justru mereka akan merasa kurang afdol jika melaksanakan ibadah puasa tanpa menjalankan prosesi yang dianggap sakral itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar